Saturday 17 February 2018

Catatan Perantau: Surabaya

Selalu ada kisah baru dari menjadi seorang perantau.
Hingga saat ini, saat aku menulis setiap kalimat ini, mungkin sudah 5 tahun saya habiskan hidup di perantauan.
Selama 5 tahun itu pula, baru pada kesempatan ini saya pergi ke luar kota sendiri tanpa ditemani siapapun. Well, ditemani chatting'an teman saya sih biar saya tidak tersesat. Seru, takut, semua bercampur aduk.




Percaya atau tidak, saat itu kali pertama saya memesan tiket kereta lokal langsung pada tempatnya sendiri. Casenya berbeda dengan kereta komuter di Jakarta. To be honest, meskipun pernah beberapa kali menemani teman saya yang memesan tiket lokal, tapi karena saya yang acuh untuk 'kepo' soal prosedur atau bagaimana mereka memesan saat itu, sehingga saat sendiri harus memesan, rasa 'keki' yang melanda. Hingga saat saya mengalaminya sendiri yang mana jadi seperti 'ooohhh begini toh'. Harus buang malu. Jadi punya bayangan kalau menjadi the real solo traveler, benar-benar harus persiapan mental, buang malu, harus berani. Malu bertanya, sesat di jalan.

Meski begitu, ujung-ujungnya tiket tetap dipesankan oleh teman saya secara online, karena saya tidak tahan dengan antrian, dan meminta dia untuk memesankan. Saat itu, banyak yang memesan tiket (yang saat itu masih bernomor 207 dan antrian milik saya bernomor 346. Ujung-ujugnya diurusin lagi, tapi at least, one step ahead, tau bagaimana pesan tiket kereta #pembelaan. Tapi dari sini, saya menjadi tertantang untuk kembali bepergian sendiri menjadi seorang solo traveler ke kota-kota terdekat dengan kota rantau saya. Jika benar-benar waktunya memungkinkan. Aamiin.

Cerita kali ini ada karena dia.

Tujuan saya kali ini adalah menuju Surabaya. Saat itu tiket yang saya pegang adalah Kereta Mutiara Selatan tujuan ke Bandung, tapi tentunya singgah ke beberapa daerah dan kota besar seperti Surabaya dan Yogyakarta. Pemberangkatan di sore hari itu berlangsung tepat waktu. Sekitar 20 menit di stasiun kereta api tempat saya menunggu, kereta melaju. Pemandangan sawah  yang membentang cukup menyegarkan mata yang membutuhkan hawa hijau akibat kontaminasi kota, sebelum turun di kota yang lebih besar lagi. Momen itu begitu lekat.


Disambut banjir di daerah Porong, Sidoarjo.


Perjalanan ke Surabaya ini memberi saya banyak pelajaran baru sebagai perantau yang sebelumnya tidak saya dapatkan. Jauh dari hiruk pikuk kota rantau ternyata saya belum sepenuhnya mandiri. Belajar keluar dari kota asal sudah merupakan kemajuan besar, tapi ternyata keluar dari kota rantau, mengeksplor kota-kota terdekat lainnya sendiri ternyata juga lebih membuat kemandirian terbentuk. Masalahnya hanya MAU MENCOBA dibarengi dengan modal berupa keberanian dan tentu saja uang untuk kembali jalan-jalan!
Typical of the Capital City. Cars and traffic.
16 February 2018, around 9 to 10 PM.

Morning view from Gubeng region.

Surabaya, 17 Februari 2018.
6.20 WIB.

No comments:

Post a Comment