Friday, 8 June 2018

Thailand Has Its Own Stories (Part 1)

Tepat tanggal 30 Mei 2018 kemarin, saya dan beberapa teman saya bertolak ke Thailand. Tujuannya yaitu untuk mengikuti sebuah konferens yang diselenggarakan oleh NIDA yaitu ICADA. Bisa di browsing kegiatannya disini. Setiap tahun konferens tersebut dibuka dan enaknya, kita bisa mengikuti kegiatan tersebut GRATIS! Tidak seperti konferens lain yang nyatanya berbayar. Tenang saja, jurnal yang kalian masukkan, jika lolos, bisa dikatakan terpublikasi karena sudah memiliki nomor ISSN-nya sendiri.
Well, bisa dibilang perjalanan saya ini merupakan perjalanan penuh rencana sekaligus menegangkan. Sudah saya rencanakan jauh-jauh hari sejak liburan memasuki semester 2. Dan yups, menegangkan! Karena
saya pergi secara nekat, tidak memberi kabar pada orang tua saya. Pasti di kepala teman-teman sekalian terbesit pertanyaan “Kenapa?”. Yah, sebenarnya alasannya karena saya sebelumnya sudah izin, nyatanya mereka tidak merespons, yasudahlah.. Terdapat alasan menegangkan lainnya, yang biarkan hanya saya, Tuhan dan beberapa orang berkepentingan lainnya yang tahu. Cikiwiiiirr.. Tapi tenang saja, saya memberi tahu kakak dan tante saya. Beberapa hari kemudian, barulah saya memberi tahu orang tua saya. Hehehe.. Long story short, langsung saja ke kegiatan selama di Bangkoknya.
Di Bangkok, kami tinggal di daerah Rhamkhamhaeng. Saya dan ke-empat teman saya lainnya menyewa sebuah rumah bernama Cozy Town House via AirBnB. Rumah tersebut memiliki 4 kamar, 3 kamar mandi, 1 dapur, ruang tamu, kulkas, mesin cuci, AC! Fasilitas lengkap, sangat nyaman dan MURAH! Murah, karena untuk menginap selama 1 minggu, terhitung masuk tanggal 30 Mei dan kembali tanggal 5 Juni, kami hanya mengeluarkan dana sebesar 900 THB atau setara Rp450.000. Enak bukan? Selanjutnya, untuk masalah traveling, akomodasi, nanti dilanjutkan pada cerita part 2.
Kami memilih lokasi tersebut karena dekat dengan tempat kegiatan yang akan kami ikuti. Gak dekat-dekat banget sih.. 2km-lah, tapi lumayan, tidak berasa jauh jika tidak sendiri. Hehehe..
Ini kamar yang saya dan Heavy tempati. Nyaman sekali kaan?
Masih dalam kamar yang saya dan Heavy tempati <3
Dapur mini. Lengkap dan sangat membantu saat sahur :')
Dapur untuk memasak. Saat sahur tiba dan Mas Rizky sedang memasak
semangkuk Mie Instan. :D
Hari pertama hingga hari kedua, kami habiskan untuk kegiatan. Sungguh, saya takjub dengan penyelenggaraan kegiatan ini. Sangat siap dan on-time untuk konferens yang GRATIS. Hal tersebut terlihat dari persiapan yang mereka berikan, jeda penggantian kegiatan, para pekerja dengan cekatan membersihkan dan mengganti setting panggung. Untuk segi makanan, mereka sudah menyediakan halal food. Sepertinya mereka tahu akan kedatangan peserta muslim, terlepas dari tau tidaknya mereka bahwa saat itu umat muslim seluruh dunia sedang melakukan ibadah puasa. Makanan yang disediakan sudah dibungkus dengan indahnya, siap untuk dibawa pulang, dimakan saat berbuka.
Day 1 (May 30th, 2018) - Presentation.
Saat ini saya sangat tertarik dengan materi yang membahas digitalisasi pada bisnis yang dilakukan oleh salah satu
perusahaan raksasa Cina. Pematerinya saya lupa siapa, yang jelas, ia seorang petinggi perusahaan tersebut.
Pemateri dari beberapa negara. Ada yang dari London, Malaysia, Thailand.
Background pekerjaan berbeda-beda. Ayang seorang praktisi, dokter, aktivis lingkungan, dan sebagainya.
Dari segi infrastruktur kampus, jujur, bentuk bangunannya maupun interiornya sangat mengingatkan saya pada Kanazawa Institute of Technology di Jepang. Kafetarianya, jembatan yang menghubungkan satu gedung dan yang lainnya. Ruang kelasnya juga di desain sangat modern, begitupun toilet. Mereka juga sudah menyiapkan 3 tempat sampah yang masing-masing berfungsi untuk jenis sampah yang berbeda-beda. Jujur, bisa saya katakana, infrastruktur dan kenyamanan belajar di kampus NIDA jauh berbeda dan lebih baik dari kampus di Indonesia. Mungkin hal tersebut bisa menjadi motivasi untuk kampus-kampus di Indonesia agar terus berbenah.
Trash cans!

Reminds me of KIT's cafetaria.

Big glass from the cafetaria


the bridge to other buildings. Reminds me of Japan.

One of the tallest buildings of NIDA.

This panorama reminds me so much of KIT, Japan :')



Hari kedua, tiba saatnya untuk presentasi jurnal yang kami tulis. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan oleh sahabat saya Heavy Nala untuk bergabung menulis sebuah jurnal. Kesempatan ini, pada beberapa paragraf setelah ini, saya akan menulis spesial untuk teman-teman UNAIR. Hanya saya sendiri sebagai peserta kampus lain yang mengikuti kegiatan ini dengan mereka (I am an outsider, guys). Di pagi hari, sesi pertama merupakan sesi presentasi tim Heavy dan Mas Rizky yang setelahnya dilanjutkan oleh tim Mas Hazmi dan Mas Anis. Pada sesi kedua, barulah dipresentasikannya tulisan yang juga turut saya tulis bersama Heavy dan Mas Rizky. Lanjut, saat presentasi, awalnya Heavy yang melakukannya. Namun, ketika masuk ke bagian ekonomi, saya yang mempresentasikannya.

Heavy during her presentation with Mas Rizky
Mas Rizky as he presented his and Heavy's journal
Sejujurnya, saya orang yang sangat gugupan ketika harus tampil sendiri di depan panggung, dengan mata orang-orang yang tidak saya kenal menatap tepat kea rah saya. But, I think, we have to handle our biggest fear right. Rasa takut, nervous itu harus dilawan. Ada yang merasa sama? Bisa komen di bawah, apa langkah-langkah yang kalian lakukan untuk ngilangin hal tersebut.
Saya sendiri merasa rasa gugup atau demam panggung tersebut sangat mengganggu. Namun, saya harus melawannya dan kiat-kiat yang saya lakukan adalah dengan memperbanyak jam terbang untuk tampil depan panggung. Kegiatan konferens ini misalnya, jujur, gugup itu ada, tapi sudah sedikit berkurang. Don’t think too much and be relax is the key I guess. Kadang untuk nanya juga malu, gak berani angkat tangan padahal pertanyaan tumpeh-tumpeh di kepala. Itu yang harus saya lawan. Sehingga, media tulisan seperti inilah yang kadang mampu menjadi media saya dalam menyampaikan gundah gulana saya. Weiiitsss, jadi curcol. Maap ^^v.

Day 2 (June 1, 2018) - Presented our journal

Moment when they gave our certificate of participation.
Apa yang saya pelajari dari ICADA yang kali ini mengangkat tema disruptive world adalah bahwa kita hidup di dunia yang selalu berkembang. Berkembang dalam artian selalu berubah-ubah, berinovasi. Ada yang menciptakan perkembangan tersebut sehingga mau tidak mau yang lain juga mengikuti. Hal yang sangat dirasakan yaitu pada teknologi. Teknologi di satu sisi dapat membantu. Digitalisasi melalui artificial intellectual sangat merubah sistem sosial, ekonomi dan politik. Bisa dilihat penggunaan mesin yang mengganti tenaga manusia di pabrik. Bagi bisnis, hal tersebut merupakan keuntungan, karena cost efficient and effective. Namun, dampaknya yaitu pada pengangguran. Bagaimana cara mengatasinya? Saya juga penasaran sebenarnya akan hal tersebut. Terbesit dalam pikiran saya, namun saya masih belum berani menanyakan. Mungkin teman-teman yang budiman mau menyampaikan gagasannya? Please, lewat kolom komentar di bawah. Let’s discuss!
Salah satu pemaparan yang menarik juga tentang penelitian yang dilakukan oleh seorang kolega dalam acara tersebut. Baramee namanya, yang mana ia mengakui sebagai seorang ladyboy. Apa itu ladyboy? Sebenarnya di Thailand sendiri terdapat 18 sexuality! Bukan hanya laki-laki ataupun perempuan. Ada juga tomboy, lesbian, gay, ladyboy, gayking, gay queen dan lainnya. Ia mempresentasikan masalah same sex marriage di Thailand. Dimana, di Thailand, mereka melegalkan pernikahan sesame jenis, namun masalahnya tidak terdapat sertifikat pengakuan dari pemerintah. Mungkin hal tersebut yang ingin Baramee angkat, terkait masalah hak asasi. Menurutnya, mereka masih menjadi kaum marjinal di negara sendiri. Negara lain tidak mengakui karena atas dasar agama dimana mereka mengerti atas hal tersebut, seperti Indonesia dan Malaysia. Ternyata, mereka sendiri membawa misi untuk menyebarkan pengakuan atas diri mereka sendiri termasuk Indonesia. Saya anggap itu sebagai wawasan untuk lebih memahami alasan mereka. Namun, terbesit dalam pikiran saya sendiri, mohon maaf sebelumnya, tidak bermaksud menyinggung, hanya sebatas pikiran bahwa apakah same sex marriage merupakan cara propaganda untuk mengurangi jumlah populasi di dunia? I mean in terms of the theme of disrupting world, is it legalized in order to disrupt the numbers of population. Who knows?
Post-presentation with the presenters.
Baramee, yang paling tinggi menggunakan rok biru. Cantik bukan?
Ada juga materi yang dibawakan oleh Mas Hazmi dan Mas Anis, terkait masalah cryptocurrency. Amazing sekali ternyata banyak yang tidak mengetahui istilah tersebut. Namun ketika dikatakan bitcoin, mereka baru memahami. Saya sendiri mengerti istilah tersebut, sejujurnya baru saja ketika memasuki semester dua, belajar tentang Sistem Teknologi dan Informasi. Bisa dibrowsing. Memang, untuk penerapannya di Indonesia, hal tersebut illegal dan tidak mendapat izin BI karena dianggap bermasalah dan sangat fluktuatif. Bahaya lainnya dikarenakan uang tersebut yang biasa diakses oleh para mafia, dan masih banyak lagi risiko lainnya. Namun, bagi negara-negara lainnya seperti Singapur, penggunaan bitcoin merupakan suatu yang lumrah. Intinya, kita sebagai masyarakat Indonesia, sebenarnya bisa menggunakannya, namun tanggungjawab atas penggunaan uang tersebut diberikan kepada masing-masing individu. Terlebih belum ada undang-undang resmi terkait hukuman yang diberikan kepada penggunanya.
Lanjut soal teman-teman. Alhamdulillah sekali, bisa kenal and traveling bareng anak-anak UNAIR, abang-abang dan mamak nan baik hati, complete with their different personalities. Thank you Alay (re: Heavy Nala Estriani) udah kenalkan mereka sama saya. Meskipun saya sering dipanggil anak kecil, well sebagian besar mungkin karena tingkah saya yang kekanak-kanakan ditambah ukuran tubuh yang mungil ini, tapi tidak masalah. I did not ‘baper’ guys kalau dikatain. Dianggap becanda saja. Woles. Wkwkwk..
Bersama Mas Anis. Biang pembuat tawa.



Ada Mas Anis, yang super duper humorist. He lighted up our moods with his joke, tickling our stomach and cries cause of we laughed hard by his jokes. Suka nyepik, lucu dah! xD Mas Anis, milih siapa sekarang? Win apa Echy? Wkwkwk. Ada juga Mas Rizky, yang serius, tapi bisa nge-joke juga. Amat sangat logis, kadang ketus kalau ngomong, suka denial apalagi menyangkut hati. Padahal, sudah jelas dia suka sama seorang cewek, tapi tetap aja deny bilang gak dekatin. Kelamaan, entar ditinggal loooh.. Good luck, semoga ke pelaminan, ku mendukung kok! Ahaaayy.. Mas Hazmi, si tinggi dan navigator kami. Segala macam masalah jalanan di Thailand, bertanya pada penduduk lokal, serahkan pada dia. Di masa senggangnya, dia belajar Bahasa Thailand untuk bercakap yang berfungsi saat berada di jalanan. Thanks to Google Translate for makes our life as traveler is way easier! Mas yang kalau bersanding sama saya, kira-kira bedanya seperti jari tengah dan jari kelingking yang disejerkan. Wkwkwk. Masnya ini juga kocak bin ekspresif kalau di foto.
From Left to Right
Mas Rizky, Mas Anis, Heavy, Me,
and Mas Hazmi.
Bersama Abi dan Umi'.
Jadi ceritanya, saya anak mereka xD
Terakhir, alayski. Makasih banyak lay udah ngajak aku ikut kegiatan ini, support aku buat nabung di tengah kehedonan yang melanda.  Maaf yah lay kalau belum banyak berkontribusi pada jurnalnya. (Jadi ceritanya, sempat kemarin rencananya mau edit, tapi gak sempat, akhirnya dia lagi yang edit, dan sebagainya). Sukanya marah-marah, kadang cara ngomongnya too otoriter, bikin kesel, tapi emang begitu dia, untung sayang! Hahaha. Orangnya tek tek tek, sesuai dan terencana. Sudah kenal, jadi biasa. Kadang suka godain dia bikin dia tambah kesel. Orangnya on-time banget, ku ngaret, dimarah-marahin semakin ku leyeh-leyeh. Pasti banget dia juga sering BT ama saya daku karena itu. Hehe.. Maapkeun xD ^^v #nyengir . Despite of it, orangnya lovable sekali, dewasa, perhatian, duh udah istriable banget deh sahabat saya itu. However, thanks anyway for giving me those big opportunity and support me so much to join that event. Jangan kapok-kapok yaah traveling sama Echy.
Akhirnya, selama tanggal 31 Mei dan 1 Juni, kegiatan berjalan lancar tanpa kekurangan satu apapun. Plus panitia ICADA memberikan kami kenang-kenangan berupa gantungan kunci gajah nan lucu. Ada doorprize yang sayangnya, tidak satupun dari kami mendapatkannya. It went smoothly and fun. Heavy berkata bahwa ia ingin kembali datang tahun depan mengikuti konferens ini. Bagaimana dengan saya sendiri? Let’s see then ;)

No comments:

Post a Comment