Tepat tanggal 30 Mei 2018
kemarin, saya dan beberapa teman saya bertolak ke Thailand. Tujuannya yaitu
untuk mengikuti sebuah konferens yang diselenggarakan oleh NIDA yaitu ICADA. Bisa di
browsing kegiatannya disini. Setiap tahun konferens tersebut dibuka dan enaknya,
kita bisa mengikuti kegiatan tersebut GRATIS! Tidak seperti konferens lain yang
nyatanya berbayar. Tenang saja, jurnal yang kalian masukkan, jika lolos, bisa dikatakan
terpublikasi karena sudah memiliki nomor ISSN-nya sendiri.
Well, bisa dibilang perjalanan
saya ini merupakan perjalanan penuh rencana sekaligus menegangkan. Sudah saya
rencanakan jauh-jauh hari sejak liburan memasuki semester 2. Dan yups, menegangkan!
Karena
saya pergi secara nekat, tidak memberi kabar pada orang tua saya. Pasti di kepala teman-teman sekalian terbesit pertanyaan “Kenapa?”. Yah, sebenarnya alasannya karena saya sebelumnya sudah izin, nyatanya mereka tidak merespons, yasudahlah.. Terdapat alasan menegangkan lainnya, yang biarkan hanya saya, Tuhan dan beberapa orang berkepentingan lainnya yang tahu. Cikiwiiiirr.. Tapi tenang saja, saya memberi tahu kakak dan tante saya. Beberapa hari kemudian, barulah saya memberi tahu orang tua saya. Hehehe.. Long story short, langsung saja ke kegiatan selama di Bangkoknya.
saya pergi secara nekat, tidak memberi kabar pada orang tua saya. Pasti di kepala teman-teman sekalian terbesit pertanyaan “Kenapa?”. Yah, sebenarnya alasannya karena saya sebelumnya sudah izin, nyatanya mereka tidak merespons, yasudahlah.. Terdapat alasan menegangkan lainnya, yang biarkan hanya saya, Tuhan dan beberapa orang berkepentingan lainnya yang tahu. Cikiwiiiirr.. Tapi tenang saja, saya memberi tahu kakak dan tante saya. Beberapa hari kemudian, barulah saya memberi tahu orang tua saya. Hehehe.. Long story short, langsung saja ke kegiatan selama di Bangkoknya.
Di Bangkok, kami tinggal di
daerah Rhamkhamhaeng. Saya dan ke-empat teman saya lainnya menyewa sebuah rumah
bernama Cozy Town House via AirBnB. Rumah tersebut memiliki 4 kamar, 3 kamar mandi, 1
dapur, ruang tamu, kulkas, mesin cuci, AC! Fasilitas lengkap, sangat nyaman dan MURAH! Murah, karena untuk menginap selama 1 minggu, terhitung masuk
tanggal 30 Mei dan kembali tanggal 5 Juni, kami hanya mengeluarkan dana sebesar
900 THB atau setara Rp450.000. Enak bukan? Selanjutnya, untuk masalah
traveling, akomodasi, nanti dilanjutkan pada cerita part 2.
Kami memilih lokasi tersebut
karena dekat dengan tempat kegiatan yang akan kami ikuti. Gak dekat-dekat
banget sih.. 2km-lah, tapi lumayan, tidak berasa jauh jika tidak sendiri. Hehehe..
Ini kamar yang saya dan Heavy tempati. Nyaman sekali kaan? |
Masih dalam kamar yang saya dan Heavy tempati <3 |
Dapur mini. Lengkap dan sangat membantu saat sahur :') |
Dapur untuk memasak. Saat sahur tiba dan Mas Rizky sedang memasak semangkuk Mie Instan. :D |
Hari pertama hingga hari kedua, kami habiskan untuk
kegiatan. Sungguh, saya takjub dengan penyelenggaraan kegiatan ini. Sangat siap
dan on-time untuk konferens yang
GRATIS. Hal tersebut terlihat dari persiapan yang mereka berikan, jeda
penggantian kegiatan, para pekerja dengan cekatan membersihkan dan mengganti
setting panggung. Untuk segi makanan, mereka sudah menyediakan halal food.
Sepertinya mereka tahu akan kedatangan peserta muslim, terlepas dari tau
tidaknya mereka bahwa saat itu umat muslim seluruh dunia sedang melakukan
ibadah puasa. Makanan yang disediakan sudah dibungkus dengan indahnya, siap
untuk dibawa pulang, dimakan saat berbuka.
Pemateri dari beberapa negara. Ada yang dari London, Malaysia, Thailand. Background pekerjaan berbeda-beda. Ayang seorang praktisi, dokter, aktivis lingkungan, dan sebagainya. |
Dari segi infrastruktur kampus,
jujur, bentuk bangunannya maupun interiornya sangat mengingatkan saya pada Kanazawa Institute of Technology
di Jepang. Kafetarianya, jembatan yang menghubungkan satu gedung dan yang
lainnya. Ruang kelasnya juga di desain sangat modern, begitupun toilet. Mereka
juga sudah menyiapkan 3 tempat sampah yang masing-masing berfungsi untuk jenis
sampah yang berbeda-beda. Jujur, bisa saya katakana, infrastruktur dan
kenyamanan belajar di kampus NIDA jauh berbeda dan lebih baik dari kampus di
Indonesia. Mungkin hal tersebut bisa menjadi motivasi untuk kampus-kampus di
Indonesia agar terus berbenah.
Trash cans! |
Reminds me of KIT's cafetaria. |
Big glass from the cafetaria |
the bridge to other buildings. Reminds me of Japan. |
One of the tallest buildings of NIDA. |
This panorama reminds me so much of KIT, Japan :') |
Hari kedua, tiba saatnya untuk
presentasi jurnal yang kami tulis. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan oleh
sahabat saya Heavy Nala untuk bergabung menulis sebuah jurnal. Kesempatan ini,
pada beberapa paragraf setelah ini, saya akan menulis spesial untuk teman-teman
UNAIR. Hanya saya sendiri sebagai peserta kampus lain yang mengikuti kegiatan ini dengan mereka (I am an outsider, guys). Di pagi hari, sesi pertama merupakan sesi presentasi tim Heavy dan Mas Rizky yang setelahnya dilanjutkan oleh tim Mas Hazmi dan Mas Anis. Pada sesi kedua, barulah dipresentasikannya tulisan yang juga turut saya tulis bersama Heavy dan Mas Rizky. Lanjut, saat presentasi, awalnya Heavy yang melakukannya. Namun, ketika masuk ke bagian ekonomi, saya yang mempresentasikannya.
Heavy during her presentation with Mas Rizky |
Mas Rizky as he presented his and Heavy's journal |
Sejujurnya, saya
orang yang sangat gugupan ketika harus tampil sendiri di depan panggung, dengan
mata orang-orang yang tidak saya kenal menatap tepat kea rah saya. But, I
think, we have to handle our biggest fear right. Rasa takut, nervous itu harus
dilawan. Ada yang merasa sama? Bisa komen di bawah, apa langkah-langkah yang
kalian lakukan untuk ngilangin hal tersebut.
Saya sendiri merasa rasa gugup
atau demam panggung tersebut sangat mengganggu. Namun, saya harus melawannya
dan kiat-kiat yang saya lakukan adalah dengan memperbanyak jam terbang untuk
tampil depan panggung. Kegiatan konferens ini misalnya, jujur, gugup itu ada,
tapi sudah sedikit berkurang. Don’t think too much and be relax is the key I
guess. Kadang untuk nanya juga malu, gak berani angkat tangan padahal
pertanyaan tumpeh-tumpeh di kepala.
Itu yang harus saya lawan. Sehingga, media tulisan seperti inilah yang kadang
mampu menjadi media saya dalam menyampaikan gundah gulana saya. Weiiitsss, jadi
curcol. Maap ^^v.Day 2 (June 1, 2018) - Presented our journal |
Moment when they gave our certificate of participation. |
Apa yang saya pelajari dari ICADA
yang kali ini mengangkat tema disruptive
world adalah bahwa kita hidup di dunia yang selalu berkembang. Berkembang
dalam artian selalu berubah-ubah, berinovasi. Ada yang menciptakan perkembangan
tersebut sehingga mau tidak mau yang lain juga mengikuti. Hal yang sangat
dirasakan yaitu pada teknologi. Teknologi di satu sisi dapat membantu.
Digitalisasi melalui artificial
intellectual sangat merubah sistem sosial, ekonomi dan politik. Bisa
dilihat penggunaan mesin yang mengganti tenaga manusia di pabrik. Bagi bisnis,
hal tersebut merupakan keuntungan, karena cost
efficient and effective. Namun, dampaknya yaitu pada pengangguran.
Bagaimana cara mengatasinya? Saya juga penasaran sebenarnya akan hal tersebut.
Terbesit dalam pikiran saya, namun saya masih belum berani menanyakan. Mungkin
teman-teman yang budiman mau menyampaikan gagasannya? Please, lewat kolom
komentar di bawah. Let’s discuss!
Salah satu pemaparan yang menarik
juga tentang penelitian yang dilakukan oleh seorang kolega dalam acara
tersebut. Baramee namanya, yang mana ia mengakui sebagai seorang ladyboy. Apa itu ladyboy? Sebenarnya di
Thailand sendiri terdapat 18 sexuality! Bukan hanya laki-laki ataupun
perempuan. Ada juga tomboy, lesbian, gay, ladyboy, gayking, gay queen dan lainnya. Ia
mempresentasikan masalah same sex
marriage di Thailand. Dimana, di Thailand, mereka melegalkan pernikahan sesame
jenis, namun masalahnya tidak terdapat sertifikat pengakuan dari pemerintah.
Mungkin hal tersebut yang ingin Baramee angkat, terkait masalah hak asasi.
Menurutnya, mereka masih menjadi kaum marjinal di negara sendiri. Negara lain
tidak mengakui karena atas dasar agama dimana mereka mengerti atas hal
tersebut, seperti Indonesia dan Malaysia. Ternyata, mereka sendiri membawa misi
untuk menyebarkan pengakuan atas diri mereka sendiri termasuk Indonesia. Saya
anggap itu sebagai wawasan untuk lebih memahami alasan mereka. Namun, terbesit
dalam pikiran saya sendiri, mohon maaf sebelumnya, tidak bermaksud menyinggung,
hanya sebatas pikiran bahwa apakah same
sex marriage merupakan cara propaganda untuk mengurangi jumlah populasi di
dunia? I mean in terms of the theme of
disrupting world, is it legalized in order to disrupt the numbers of
population. Who knows?
Post-presentation with the presenters. Baramee, yang paling tinggi menggunakan rok biru. Cantik bukan? |
Ada juga materi yang dibawakan
oleh Mas Hazmi dan Mas Anis, terkait masalah cryptocurrency. Amazing sekali ternyata banyak yang tidak
mengetahui istilah tersebut. Namun ketika dikatakan bitcoin, mereka baru memahami. Saya sendiri mengerti istilah
tersebut, sejujurnya baru saja ketika memasuki semester dua, belajar tentang
Sistem Teknologi dan Informasi. Bisa dibrowsing. Memang, untuk penerapannya di
Indonesia, hal tersebut illegal dan tidak mendapat izin BI karena dianggap
bermasalah dan sangat fluktuatif. Bahaya lainnya dikarenakan uang tersebut yang
biasa diakses oleh para mafia, dan masih banyak lagi risiko lainnya. Namun,
bagi negara-negara lainnya seperti Singapur, penggunaan bitcoin merupakan suatu yang lumrah. Intinya, kita sebagai
masyarakat Indonesia, sebenarnya bisa menggunakannya, namun tanggungjawab atas
penggunaan uang tersebut diberikan kepada masing-masing individu. Terlebih
belum ada undang-undang resmi terkait hukuman yang diberikan kepada
penggunanya.
Lanjut soal teman-teman.
Alhamdulillah sekali, bisa kenal and traveling bareng anak-anak UNAIR,
abang-abang dan mamak nan baik hati, complete with their different
personalities. Thank you Alay (re: Heavy Nala Estriani) udah kenalkan mereka
sama saya. Meskipun saya sering dipanggil anak kecil, well sebagian besar
mungkin karena tingkah saya yang kekanak-kanakan ditambah ukuran tubuh yang
mungil ini, tapi tidak masalah. I did not ‘baper’ guys kalau dikatain. Dianggap
becanda saja. Woles. Wkwkwk..
Bersama Mas Anis. Biang pembuat tawa. |
Ada Mas Anis, yang super duper
humorist. He lighted up our moods with his joke, tickling our stomach and cries
cause of we laughed hard by his jokes. Suka nyepik, lucu dah! xD Mas Anis,
milih siapa sekarang? Win apa Echy? Wkwkwk. Ada juga Mas Rizky, yang serius,
tapi bisa nge-joke juga. Amat sangat logis, kadang ketus kalau ngomong, suka
denial apalagi menyangkut hati. Padahal, sudah jelas dia suka sama seorang
cewek, tapi tetap aja deny bilang gak dekatin. Kelamaan, entar ditinggal
loooh.. Good luck, semoga ke pelaminan, ku mendukung kok! Ahaaayy.. Mas Hazmi,
si tinggi dan navigator kami. Segala macam masalah jalanan di Thailand,
bertanya pada penduduk lokal, serahkan pada dia. Di masa senggangnya, dia
belajar Bahasa Thailand untuk bercakap yang berfungsi saat berada di jalanan.
Thanks to Google Translate for makes our life as traveler is way easier! Mas
yang kalau bersanding sama saya, kira-kira bedanya seperti jari tengah dan jari
kelingking yang disejerkan. Wkwkwk. Masnya ini juga kocak bin ekspresif kalau
di foto.
From Left to Right Mas Rizky, Mas Anis, Heavy, Me, and Mas Hazmi. |
Bersama Abi dan Umi'. Jadi ceritanya, saya anak mereka xD |
Terakhir, alayski. Makasih banyak
lay udah ngajak aku ikut kegiatan ini, support aku buat nabung di tengah
kehedonan yang melanda. Maaf yah lay
kalau belum banyak berkontribusi pada jurnalnya. (Jadi ceritanya, sempat kemarin
rencananya mau edit, tapi gak sempat, akhirnya dia lagi yang edit, dan
sebagainya). Sukanya marah-marah, kadang cara ngomongnya too otoriter, bikin
kesel, tapi emang begitu dia, untung sayang! Hahaha. Orangnya tek tek tek,
sesuai dan terencana. Sudah kenal, jadi biasa. Kadang suka godain dia bikin dia
tambah kesel. Orangnya on-time banget, ku ngaret, dimarah-marahin semakin ku
leyeh-leyeh. Pasti banget dia juga sering BT ama saya daku karena itu. Hehe..
Maapkeun xD ^^v #nyengir . Despite of it, orangnya lovable sekali, dewasa,
perhatian, duh udah istriable banget
deh sahabat saya itu. However, thanks anyway for giving me those big
opportunity and support me so much to join that event. Jangan kapok-kapok yaah
traveling sama Echy.
Akhirnya, selama tanggal 31 Mei dan 1 Juni,
kegiatan berjalan lancar tanpa kekurangan satu apapun. Plus panitia ICADA
memberikan kami kenang-kenangan berupa gantungan kunci gajah nan lucu. Ada
doorprize yang sayangnya, tidak satupun dari kami mendapatkannya. It went
smoothly and fun. Heavy berkata bahwa ia ingin kembali datang tahun depan
mengikuti konferens ini. Bagaimana dengan saya sendiri? Let’s see then ;)
No comments:
Post a Comment